Feature

Sekitar 4 tahun lalu, saya menulis 4 peradaban yang dipengaruhi oleh bahan baku utama yang digunakannya. Peradaban pertama ketika manusia menggunakan atau mengolah tanah maka mulailah peradaban pertama yaitu manusia berhenti berburu menjadi manusia beradab yang menetap dan mengolah tanah.


Peradaban kedua terjadi hampir bersamaan dengan peradaban pertama yaitu ketika manusia mulai mengenal api untuk memasak dan mengolah makanannya, maka penguasa api atau energi menjadi penguasa peradaban kedua yang berlangsung beririsan dengan peradaban ketiga saat ini. Peradaban ketiga melengkapi dua peradaban sebelumnya, yaitu peradaban dimana manusia bisa mengolah cahaya untuk menjadi energi, seperti cahaya matahari maupun untuk komunikasi dan pengolahan data.

Ini yang dilakukan manusia di zaman ini, dimana era teknologi informasi sangat banyak ditunjang oleh komunikasi data super cepat melalui fiber optic. Peradaban keempat terjadi perlahan-lahan tetapi pasti yang awalnya hanya pelengkap, diperkiraan kedepan akan semakin dominan. Bahan baku untuk Peradaban keempat ini adalah zat kimia khusus yang secara awam kita kenal sebagai aroma - aroma atau bahan minyak wangi.

Bila peradaban pertama bahan bakunya adalah bahan baku manusia, peradaban kedua yaitu berbahan baku api atau energi yaitu bahan baku jin, dan peradaban ketiga menggunakan bahan baku cahaya yaitu bahan baku malaikat. Maka peradaban keempat menggunakan bahan baku dari ciptaan Allah yang paling indah yaitu bahan baku bidadari yang diciptakan Allah secara khusus satu persatu dari empat jenis minyak wangi yaitu misik, kafuur, anbar, dan zaffaran.

Tetapi saya tidak akan fokus pada sisi artistiknya dari minyak wangi tersebut, yang saya ingin bahas adalah bahan kimia yang membentuk minyak wangi tersebut yang secara umum disebut juga essential oil (EO). Pada umumnya, essential oil terdiri dari senyawa kimia yang disebut isoprene (C5H8) maupun rantai yang lebih panjangnya, yang terdiri dari dua isoprene disebut monoterpene (C10H16), dan yang lebih panjang lagi 3 isoprene atau yang disebut sesquiterpene (1.5 terpene) yang secara umum digambarkan dalam rumus kimia C15H24.

Pasti bukan kebetulan kalau isoprene - isoprene ini khususnya yang rantai panjangnya sesquiterpene saat ini sedang mengawali peradaban berikutnya. Bentuk khusus sesquiterpene yang disebut farnesene misalnya, saat ini sudah menjadi bahan baku biofuel atau renewable energy masa depan yang sudah mulai diproduksi oleh Startup Amerika yang beroperasi di Brazil.

Bahan bakar masa depan berbasis farnesene ini bukan hanya untuk kendaraan darat, bahkan sudah pula dilakukan berbagai uji coba untuk transportasi udara. Tetapi sesquiterpene atau farnesene bukan hanya untuk bahan bakar, dia seperti batu bata yang bisa membentuk berbagai bangunan peradaban yang akan dibangun diatasnya, sebagai contoh rasa yang paling populer di dunia diantaranya adalah vanili, tetapi bahan alami vanili sangat mahal harganya, dan produksinya terbatas.
Sehingga tidak mengherankan saat ini harga tepung vanili murni sekitar USD 1400 per kg, maka seluruh makanan yang dibuat dengan aroma asli vanili pastilah menjadi tidak terjangkau oleh kebanyakan manusia. Lantas bagaimana keinginan manusia di dunia yang banyak menyukai rasa vanili ini bisa dipenuhi?

Jawabannya adalah menggunakan vanili sintesis dari bahan hydrocarbon yang dihasilkan dari bahan dasar fossil, harganya hanya USD 14 per kg atau 1 per 100 dari yang asli. Tetapi peradaban manusia yang lebih maju berikutnya tidak mau menggunakan bahan baku fossil ini, lantas bagaimana kebutuhan energi, aroma, dan lain sebagainya tersebut akan dipenuhi?

Jawabannya adalah menggunakan bahan - bahan yang diolah dari tanaman - tanaman yang ada di alam yang secara umum berupa isoprene tersebut diatas atau secara lebih khusus dari kategori farnesene atau sesquiterpene ini.

Pasti bukan kebetulan juga kalau keberadaan bahan - bahan farnesene untuk bahan bakar dan perasa atau flavour ini juga diisyaratkan di Al-Qur'an. Di dalam Surat An-Nur ayat 35 misalnya, Allah menyebutkan adanya bahan - bahan berupa minyak yang sangat baik bahkan seperti bercahaya sebelum tersentuh api, artinya dia sebagai bahan bakar yang sangat baik.

Tetapi di ayat lain, bahan yang sama juga disebut Allah sebagai flavour atau perasa. Anda bisa makan apapun menjadi enak setelah dicelup dengan bahan ini (QS 23:20) . Dari dua ayat ini, kita melihat satu jenis bahan yaitu minyak zaitun yang sekali waktu bisa menjadi bahan bakar, dan di waktu lain bisa menjadi perasa atau bahan pangan.

Zat apa yang bisa berperan di dua fungsi yang berbeda ini ? salah satunya ya isoprene yang disebut farnesene tersebut. Nah, sekarang setelah kita tahu ada bahan serbaguna yang ada di alam yang bisa menjadi jawaban atas kebutuhan dasar manusia, baik sebagai bahan bakar, perasa makanan, maupun bahan dasar lain untuk industri obat dan lain sebagainya.

Lantas, siapa yang akan menguasai bahan dasar ini ? Kita harus bisa menguasainya karena penguasaan bahan dasar yang satu ini juga akan menentukan penguasa - penguasa peradaban masa depan. Bila di era penguasaan tanah sebagai bahan baku peradaban pertama kita kalah dengan para tuan tanah dan penjajah, di era peradaban kedua kita kalah dengan para konglomerasi seven sisters konglomerat minyak dunia, dan di era peraban ketiga kita ketinggalan dari apa yang dicapai oleh Google dan kawan - kawannya, maka mengapa tidak kita berjuang sekuat tenaga untuk bisa unggul di etape terakhir dari peradaban dunia yaitu peradaban keempat yang akan menggunakan kembali bahan - bahan dasar yang diolah dari tanaman - tanaman yang ada di bumi ini.

Inspirasinya bahwa kita harus mampu mengolah ini pun sudah disampaikan Allah melalui ayat;

" Dan Dia menundukkan apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi untukmu semuanya (sebagai rahmat) dari-Nya. Sungguh dalam hal yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang yang berfikir." (QS Al Jasiyah: 13)

Dari serangkaian ayat tersebut diatas, yang saya bayangkan seperti ini, kalau tanaman yang paling mudah tumbuh di sembarang lahan kita adalah ketela misalnya, dan hasilnya juga sangat tinggi, bisa mencapai 100 ton/ha, maka tanah kita yang semakin terbatas bisa kita tanami tanaman dengan hasil yang paling tinggi ini.

Tetapi hasil yang tinggi juga berarti unsur hara yang tersedot oleh tanaman tersebut sangat banyak, jadi ke dalam tanah ini juga harus diisi pupuk yang banyak. Maka dengan skenario peradaban keempat, dengan mengandalakn bahan baku sesquiterpene farnesene serba guna tersebut, hasil ketela dapat kita ubah menjadi setidaknya tiga hal kebutuhan dasar kita.

Olahan pertama, kita hasilkan terpene yang diarahkan untuk bahan bakar. Hitungan kasar saya hasilnya pasti jauh lebih banyak dari minyak dari sawit. Kisarannya sekitar 2.5 - 3 kali lebih banyak dari minyak yang dihasilkan sawit. Tetapi dari bahan ketela yang sama, kita bisa hasilkan juga vanili yang diolah dari terpene jenis lainnya, sehingga hasil lahan kita menjadi berlipat - lipat.

Lebih jauh lagi, dengan isoprene berikutnya lagi, kita bisa buatkan pupuk yang dibutuhkan untuk menyuburkan lahan ketela tersebut. Maka dengan penguasaan bahan diperadaban keempat ini, kita bisa mengoptimalkan setiap jengkal lahan yang kita miliki. Pertanyaannya adalah apakah ini mudah ini dilakukan ? apakah teknologinya sudah tersedia ?

Jawabannya tentu tidak mudah tetapi sudah sangat memungkinkan untuk dilakukan. Teknologinya yang digunakan pun sudah proven dilakukan oleh perusahaan lain di dunia hanya masih disembunyikan saja.

Namun dengan teori dasar yang mudah diperoleh dimana - mana, yang kita butuhkan sebenarnya adalah sarjana - sarjana dibidangnya yang tertarik untuk 'ngulik' potensi ini, untuk menguasai peradaban masa depan. Yang kita butuhkan adalah teman - teman ahli biologi, khususnya synthetic biology, yang bisa mengubah proses fermentasi ketela yang selama ini menghasilkan tape atau peuyeum menjadi fermentasi yang menghasilkan farnesene.

Yang kita butuhkan juga adalah ahli - ahli kimia terapan yang suka 'ngulik' berbagai jenis isoprene ini untuk membangun bangunan perdaban berbais bahan baku rangkaian - rangkaian isoprene dalam bentuk sesquiterpene farnesene dan lain sebagainya. Bila Anda berminat untuk meresponse tantangan ini, silahkan menghubungi kami di email ceo@alhaya.id, kami membutuhkan Anda untuk bisa unggul di peradaban berikutnya.

  =========== 000 ============

Ada Apa Dengan Bank Konvensional?

Perekonomian adalah salah satu bidang yang diperhatikan oleh syari'at Islam dan diatur dengan undang-undang yang penuh dengan kebaikan dan bersih dari kedhaliman. Oleh karenanya, Allah mengharamkan riba yang menyimpan berbagai dampak negatif bagi umat manusia dan merusak perekonomian bangsa.

Sejarah dan fakta menjadi saksi nyata bahwa suatu perekonomian yang tidak dibangun di atas undang-undang Islam, maka kesudahannya adalah kesusahan dan kerugian. Bila anda ingin bukti sederhana, maka lihatlah kepada bank-bank konvensional yang ada di sekitar kita, bagaimana ia begitu megah bangunannya, tetapi keberkahan tiada terlihat darinya. Sungguh benar firman Allah:
يَمْحَقُ اللّهُ الْرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
Allah memusnahkan Riba dan menyuburkan sedekah. (QS. Al-Baqoroh: 276)
Nah, di sinilah pentingnya bagi kita untuk mengetahui masalah Bank konvensional dan sejauh mana kesesuaiannya dengan hukum Islam karena pada zaman sekarang ini, Bank bagi kehidupan manusia hampir sulit dihindari.

DEFENISI BANK DAN SEJARAHNYA

Bank diambil dari bahasa Italia yang artinya meja. Konon penamaan itu disebabkan karena pekerjanya pada zaman dulu melakukan transaksi jual beli mata uang di tempat umum dengan duduk di atas meja. Kemudian modelnya terus berkembang sehingga berubah menjadi Bank yang sekarang banyak kita jumpai.

Bank didefenisikan sebagai suatu tempat untuk menyimpan harta manusia secara aman dan mengembalikan kepada pemiliknya ketika dibutuhkan. Pokok intinya adalah menerima tabungan dan memberikan pinjaman.

Bank yang pertama kali berdiri adalah di Bunduqiyyah, salah satu kota di Negara Italia pada tahun 1157 M. Kemudian terus mengalami perkembangan hingga perkembangan yang pesat sekali adalah pada abad ke-16, di mana pada tahun 1587 berdirilah di Negara Italia sebuah bank bernama Banco Della Pizza Dirialto dan berdiri juga pada tahun 1609 bank Amsterdam Belanda, kemudian berdiri bank-bank lainnya di Eropa. Sekitar tahun1898, Bank masuk ke Negara-negara Arab, di Mesir berdiri Bank Ahli Mishri dengan modal lima ratus ribu Junaih[1].

PEKERJAAN BANK

Seorang tidak bisa menghukumi sesuatu kecuali setelah mengetahui gambarannya dan pokok permasalahannya. Dari sinilah, penting bagi kita untuk mengetahui hakekat Bank agar kita bisa menimbangnya dengan kaca mata syari'at.

Pekerjaan Bank ada yang boleh dan ada yang haram, hal itu dapat kita gambarkan secara global sebagai berikut:

A. Pekerjaan Bank Yang Boleh

1. Transfer uang dari satu tempat ke tempat lain dengan ongkos pengiriman.

2. Menerbitkan kartu ATM untuk memudahkan pemiliknya ketika bepergian tanpa harus memberatkan diri dengan membawa uang di tas atau dompet.

3. Menyewakan lemari besi bagi orang yang ingin menaruh uang di situ.

4. Mempermudah hubungan dengan Negara-negara lain, di mana Bank banyak membantu para pedagang dalam mewakili penerimaan kwitansi pengiriman barang dan menyerahkan uang pembayarannya kepada penjual barang.

Pekerjaan-pekerjaan di atas dengan adanya ongkos pembayaran hukumnya adalah boleh dalam pandangan syari'at.

B. Pekerjaan Bank Yang Tidak Boleh

1. Menerima tabungan dengan imbalan bunga, lalu uang tabungan tersebut akan digunakan oleh Bank untuk memberikan pinjaman kepada manusia dengan bunga yang berlipat-lipat dari bunga yang diberikan kepada penabung.

2. Memberikan pinjaman uang kepada para pedagang dan selainnya dalam tempo waktu tertentu dengan syarat peminjam harus membayar lebih dari hutangnya dengan peresentase.

3. Membuat surat kuasa bagi para pedagang untuk meminjam kepada Bank tatkala mereka membutuhkan dengan jumlah uang yang disepakati oleh kedua belah pihak. Tetapi bunga di sini tidak dihitung kecuali setelah menerima pinjaman.[2]

BUNGA BANK ADALAH RIBA

Dengan gambaran di atas, maka nyatalah bagi kita bahwa kebanyakan pekerjaan Bank dibangun di atas riba yang hukumnya haram berdasarkan Al-Qur'an, hadits dan kesepakatan ulama Islam.

1. Dalil Al-Qur'an
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqoroh: 275)
Cukuplah bagi seorang muslim untuk membaca akhir surat Al-Baqoroh ayat 275-281, maka dia akan merinding akan dahsyatnya ancaman Allah kepada pelaku riba. Bacalah dan renungkanlah!!

2. Dalil hadits
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir berkata: Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, wakilnya, sekretarisnya dan saksinya. (HR. Muslim 4177)

3. Dalil Ijma'

  • Para ulama sepanjang zaman telah bersepakat tentang haramnya riba, barangsiapa membolehkannya maka dia kafir[3]. Bahkan, riba juga diharamkan dalam agama-agama sebelum Islam. Imam al-Mawardi berkata: "Allah tidak pernah membolehkan zina dan riba dalam syari'at manapun".[4]
  • Kalau ada yang berkata: Kami sepakat dengan anda bahwa riba hukumnya adalah haram, tetapi apakah bunga Bank termasuk riba?! Kami jawab: Wahai saudaraku, janganlah engkau tertipu dengan perubahan nama. Demi Allah, kalau bunga Bank itu tidak dinamakan dengan riba, maka tidak ada riba di dunia ini, karena riba adalah semua tambahan yang disyaratkan atas pokok harta, inilah keadaan bunga bank konvensional itu.
Kami tidak ingin memperpanjang permasalahan ini. Cukuplah sebagai renungan bagi kita bahwa telah digelar berbagai seminar dan diskusi tentang masalah ini, semunya menegaskan kebulatan bahwa bunga Bank konvensional adalah riba yang diharamkan Allah[5]. Bahkan dalam muktamar pertama tentang perekonomian Islam yang digelar di Mekkah dan dihadiri oleh tiga ratus peserta yang terdiri dari ulama syari'at dan pakar ekonomi internasional, tidak ada satupun di antara mereka yang menyelisihi tentang haramnya bunga Bank.

Sebagai faedah, kami akan menyebutkan beberapa fatwa dan muktamar besar yang menyimpulkan haramnya bunga Bank:





  1. Keputusan muktamar kedua Majma' Buhuts Islamiyyah di Kairo pada bulan Muharram tahun 1385 H/Bulan Mei tahun 1965 M dan dihadiri oleh para peserta dari tiga puluh Negara.




  2. Keputusan muktamar kedua Majma' Fiqih Islami di Jeddah pada 10-16 Rabi' Tsani 1406 H/22-28 Desember 1985 M.




  3. Keputusan Majma' Robithoh Alam Islami yang diselenggarakan di Mekkah hari sabtu 12 Rojab 1406 H sampai sabtu 19 Rojab 1406 H.




  4. Keputusan muktamar kedua tentang ekonomi Islami di Kuwait pada tahun 1403 H/1983 M.




  5. Keputusan Majma' Fiqih Islam di India pada bulan Jumadi Ula 1410 H.[6]
  • Setelah menukil ijma' ulama tentang masalah haramnya bunga bank, DR. Ali bin Ahmad As-Salus mengatakan:
"Dengan demikian, maka masalah bunga bank menjadi masalah haram yang jelas dan bukan lagi perkara yang samar, sehingga tidak ada ruang lagi untukperselisihan dan fatwa-fatwa pribadi".[7]

Setelah konsensus ini, maka janganlah kita tertipu dengan berbagai syubhat (kerancuan) sebagian kalangan[8] yang berusaha untuk membolehkan riba Bank, apalagi para ulama telah bangkit untuk membedah syubhat-syubhat tersebut.[9]

BEKERJA DI BANK

Bila kita ketahui bahwa Bank adalah tempat riba yang diharamkan dalam Islam, maka bekerja di Bank hukumnya adalah haram, karena hal itu berarti membantu mereka dalam keharaman dan dosa, atau minimalnya adalah berarti dia ridho dengan kemunkaran yang dia lihat. Allah berfirman:
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُواْ عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُواْ اللّهَ إِنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.
(QS. Al-Maidah: 2)
Ayat ini merupakan kaidah umum tentang larangan tolong menolong di atas dosa dan kemaksiatan. Oleh karenanya, para ahli fiqih berdalil dengan ayat di atas tentang haramnya jual beli senjata pada saat fitnah, jual beli lilin untuk hari raya Nashoro dan sebagainya, karena semua itu termasuk tolong menolong di atas kebathilan.

Lebih jelas lagi, perhatikan bersamaku hadits berikut:
عَنْ جَابِرٍ قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- آكِلَ الرِّبَا وَمُوكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ.
Dari Jabir berkata: Rasulullah melaknat orang yang memakan riba, wakilnya, sekretarisnya dan saksinya. (HR. Muslim 4177)
  • Imam Nawawi berkata: "Hadits ini jelas menunjukkan haramnya menjadi sekretaris untuk riba dan saksinya. Hadits ini juga menunjukkan haramnya membantu kebathilan".[10]
Para ulama kita sekarang telah menegaskan tentang tidak bolehnya menjadi pegawai Bank, sekalipun hanya sebagai satpam. Kewajiban baginya adalah menghindari dari laknat Allah dan mencari pekerjaan lain yang halal, sesungguhnya Allah Maha luas rizkiNya.[11]

BOLEHKAH MENYIMPAN UANG DI BANK?

Pada asalnya menyimpan uang di Bank hukumnya tidak boleh karena hal itu termasuk membantu kelancaran perekonomian riba yang jelas hukumnya haram, sebab uang tersebut akan digunakan oleh Bank untuk memberikan pinjaman kepada orang lain dengan riba. Oleh karena itu, maka pada asalnya setiap muslim harus putus hubungan dan thalak tiga dengan Bank. Hanya saja, pada zaman sekarang terkadang seorang tidak bisa menghindari diri dari Bank, sehingga para ulama membolehkannya apabila dalam keadaan dharurat sekali dan tidak ada cara lain untuk menyimpan hartanya.

Dari sini, dapat kita katakan bahwa orang yang menyimpan uang di Bank tidak keluar dari dua keadaan:

Pertama: Orang yang ingin membungakan dan mengembangkan hartanya dengan jalan riba. Tidak ragu lagi bahwa orang ini telah terjatuh dalam keharaman dan terancam dengan peperangan Allah dan rasulNya. Lantas, siapakah yang menang jika berhadapan dengan Allah dan rasulNya?!
فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ
Maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. (QS. Al-Baqoroh: 279)
Kedua: Orang yang ingin menyimpan hartanya agar aman. Hal ini terbagi menjadi beberapa keadaan:
1. Apabila ada tempat lain atau bank Islam yang bersih dari riba untuk penyimpanan secara aman, maka tidak boleh dia menyimpan di bank konvensional karena tidak ada kebutuhan mendesak dan ada pengganti lainnya yang boleh.
2. Apabila tidak ada bank Islami yang bersih dari riba atau tempat aman lainnya padahal dia sangat khawatir bila harta tersebut akan dicuri atau lainnya, maka hukumnya adalah boleh karena dharurat. Hal ini berbeda-beda sesuai keadaan manusia. Artinya, tidak semua orang terdesak untuk menyimpan uangnya di Bank. Maka hendaknya seorang bertaqwa dan takut kepada Allah, janganlah dia meremehkan dengan alasan dharurat padahal tidak ada dharurat sama sekali sebagaimana banyak dilakukan oleh kebanyakan kaum muslimin.[12]

MEMANFAATKAN BUNGA BANK

Kalau kita katakan bahwa boleh menabung di Bank dalam kondisi dharurat, maka tentu saja akan muncul pertanyaan: Apa yang kita perbuat dengan bunga (baca: riba) yang diberikan Bank kepada tabungan kita?!

Kami katakan: Ada beberapa kemungkinan apa yang kita lakukan terhadapnya:
1. Mengambilnya dan memanfaatkannya seperti uang pokok.

2. Membiarkannya untuk Bank agar dimanfaatkan sesuka Bank.

3. Mengambilnya lalu merusaknya.

4. Mengambilnya lalu memberikannya kepada fakir miskin atau untuk keperluan umum bagi kemaslahatan kaum muslimin

5. Mengambilnya dan memberikannya kepada orang yang dizhalimi oleh Bank dengan riba.

Pendapat yang paling mendekati kebenaran -menurut kami- adalah pendapat keempat yaitu mengambilnya dan memberikannya kepada fakir miskin atau keperluan umum bukan dengan niat sedekah tetapi untuk membebaskan diri dari uang yang haram. Inilah pendapat yang dipilih oleh para ulama seperti Lajnah Daimah[13], al-Albani[14], Musthofa az-Zarqo dan lain sebagainya[15].

SOLUSI DAN SERUAN
  • Setelah keterangan singkat di atas maka sudah semestinya bagi kaum muslimin, khususnya kepada para pemimpin[16] untuk mengingkari bersama praktek riba yang berkembang di Bank dan berusaha untuk mendirikan Bank-Bank Islam yang bersih dari riba dan sesuai dengan undang-undang syari'at Islam yang mulia, atau memperbaiki bank-bank Islam yang sudah ada karena masih disinyalir oleh banyak kalangan belum bersih dari praktek riba dan belum memadai pelayanannya di semua penjuru kota.
  • Sungguh keji keji ucapan seorang bahwa tidak ada Bank kecuali dengan bunga dan tidak ada kekuatan ekonomi Islam kecuali dengan Bank[17]. Ini adalah kedustaan nyata, sebab sepanjang sejarah Islam berabad-abad lamanya, perekonomian mereka stabil tanpa Bank Riba.
  • Sekali lagi, kami menghimbau kepada para ulama, para pemimpin, para ahli ekonomi, para pedagang besar untuk berkumpul dan mendiskusikan masalah ini dengan harapan agar Bank-Bank Islam yang bersih dari kotoran riba akan banyak bermunculan di Negeri kita tercinta sehingga kita tidak lagi membutuhkan kepada bank-bank riba. Dan kewajiban bagi setiap muslim untuk bahu-membahu mendukung ide tersebut agar mereka selamat dari jeratan riba yang menyebabkan murka Allah
disusun oleh:

Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar As Sidawi

lihat video berikut


DAFTAR REFERENSI

1. Al-Mu'amalat Al-Maliyah Al-Mu'ashiroh fil Fiqih Al-Islami karya DR. Muhammad Utsman Syubair, cet Dar Nafais, Yordania, cet keenam tahun 1427 H.

2. Al-Mu'amalat Al-Maliyah Al-Mu'ashiroh karya Sa'aduddin Muhammad Al-Kibbi, cet Maktab Islami, Bairut, cet pertama 1423 H.

3. Ar-Riba fil Mu'amalat Al-Mashrofiyyah Al-Mu'ashiroh karya DR. Abdullah bin Muhammad As-Saidi, cet Dar Thoibah, KSA, cet kedua 1421.

4. Qodhoya Fiqhiyyah Mu'ashiroh karya Muhammad Burhanuddin, cet Darul Qolam, Bairut, cet pertama 1408 H.

5. Fawaidul Bunuk Hiya Riba Al-Harrom karya DR. Yusuf al-Qorodhawi, cet Muassasah Ar-Risalah, Bairut, cet kedua tahun 1423 H.

6. Dan lain-lain.

[1] Al-Mashorif wa Buyutu Tamwil Islamiyyah karya Ghorib al-Jamaal hlm. 23, Al-Muamalat Al-Maliyah Al-Mu'ashiroh karya DR. Muhammad Utsman Syubair hlm. 252-253, Ar-Riba wal Mu'amalat Al-Mashrofiyyah karya Umar Al-Mutrik hlm. 309.

[2] Al-Bunuk Al-Islamiyyah Baina Nadhoriyyah wa Tathbiq hlm. 37-39 karya DR. Abdullah bin Ahmad ath-Thoyyar, Al-Mu'amalat Al-Maaliyah Al-Mu'ashiroh hlm. 253-254 karya Sa'aduddin Muhammad Al-Kibbi, Al-Jami' fi Fiqhi Nawazil 1/92 karya Shalih bin Abdillah al-Humaid.

[3] Lihat Al-Ifshoh Ibnu Hubairah 1/326, Syarh Muslim an-Nawawi 4/93-94, Az-Zawajir Al-Haitsami 1/222, Al-Muqoddimat wal Mumahhidat Ibnu Rusyd 2/503.

[4] Al-Hawii Al-Kabir 5/74.

[5] Lihat kitab Syaikh DR. Yusuf Al-Qorodhowi yang berjudul "Fawaidul Bunuk Hiya Riba Al-Harom" (Bunga Bank Adalah Riba Yang Haram), cet kedua 1421 H, Muassasah Ar-Risalah, Bairut.

[6] Lihat teks-teks keputusan tersebut dalam Fawaid Bunuk Hiya Riba Muharrom hlm. 106-122 karya Yusuf Al-Qorodhowi

dan Fiqih Nawazil oleh al-Jizani 3/136-145.

[7] Al-Mu'amalat Al-Maliyah Al-Mu'ashiroh fi Dhoui Syari'ah Islamiyah hlm. 36, dinukil juga oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin dalam risalah Ar-Riba hlm.31-32.

[8] Lihat kitab Al-Ashroniyyun hlm. 259-261 oleh Muhammad Hamid an-Nashir dan Manhaj Tasir Al-Mu'ashir hlm. 152-161 oleh Abdullah bin Ibrahim ath-Thowil.

[9] Lihat bantahan syubhat-syubhat masalah ini dalam Ar-Riba fil Mu'amalat Al-Mashrofiyyah Al-Mu'ashiroh karya DR. Abdullah bin Muhammad as-Saidi dan Taudhiful Amwal Bainal Masyru' wal Mamnu' oleh DR. Abdullah bin Muhammad ath-Thoyyar hlm. 64-75.

[10] Syarh Shohih Muslim 11/26.

[11] Lihat Fatawa Ulama Baladil Haram hlm. 1187-1193 kumpulan DR. Khalid al-Juraisi, Fatawa Al-Ahum wal Bunuk hlm. 53 kumpulan Abdurrahman asy-Syitri, Fatawa Lajnah Daimah 13/344 kumpulan Ahmad ad-Duwaisy.

[12] Lihat Ar-Riba fil Mu'amalat Al-Mashrofiyyah Al-Mu'ashiroh 2/923-959 oleh DR. Abdullah bin Muhammad as-Sa'idi, Al-Mu'amalat Al-Maliyah Al-Mu'ashiroh hlm. 267 oleh Sa'aduddin Muhammad al-Kibbi, Qodhoya Fiqhiyyah Muashiroh hlm. 16-18 oleh Muhammad Burhanuddin, Mu'amalat Bunuk Al-Haditsah hlm. 49 oleh DR. Ali As-Salus, Fatawa Lajnah Daimah 13/346-351.

[13] Lajnah Daimah adalah lembaga fatwa di Saudi Arabia, diketuai oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz, anggota: Abdullah al-Ghudayyan, Shalih al-Fauzan, Abdul Aziz Alu Syaikh, Bakr Abu Zaid. (Lihat Fatawa Lajnah Daimah 13/354).

[14] Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani pernah menulis surat kepada Syaikh Abdul Aziz bin Baz berisi pembahasan tentang uang riba yang disimpan di bank-bank. Beliau berkesimpulan bahwa uang-uang tersebut boleh untuk digunakan dalam kebaikan-kebaikan selain makan, minum dan pakaian. Dan digunakan dalam hal-hal yang akan habis seperti bensin, kayu baker, memperbaiki WC dan jalan umum serta mencetak kitab…Syaikh Ibnu Baz akhirnya menulis jawaban yang berisi bahwa beliau setuju dengan pendapatnya. (Al-Imam Al-Albani Durusun wa 'Ibar hlm. 258 karya Syaikh DR. Abdul Aziz bin Muhammad as-Sadhan).

[15] Lihat Qodhoya Fiqhiyyah Mu'ashiroh hlm. 26-27 oleh Muhammad Burhanuddin, Al-Muamalat Al-Maliyah Al-Mua'shiroh hlm. 276-286 karya Sa'aduddin Muhammad al-Kibbi).

[16] Alangkah bagusnya ucapan Imam Al-Mawardi: "Adapun muamalat yang munkar seperti zina dan transaksi jual beli haram yang dilarang syari'at sekalipun kedua belah pihak saling setuju, apabila hal itu telah disepakati keharamannya, maka kewajiban bagi pemimpin untuk mengingkari dan melarangnya serta menghardiknya dengan hukuman yang sesuai dengan keadaan dan pelanggaran". (Al-Ahkam As-Sulthoniyyah hlm. 406).

[17] Ini adalah ucapan penasehat ekonomi, Ibrahim bin Abdillah an-Nashir dalam kitabnya Mauqif Syari'ah Islamiyyah Minal Mashorif hlm. 1. Kitab ini telah diingkari secara keras oleh Majma' Fiqih Islam dalam Muktamar di Mekkah hari Sabtu Shofar 1408 H, dan dibantah oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz dalam Majalah Robithoh bulan Syawal 1407 H dan Syaikh Muhammad Rosyid al-Ghufaili dalam kitab Nutaful Ma'arif fir Roddi 'ala Man Ajaza Riba Al-Mashorif, cet Darul Wathon.

Tidak ada komentar: